Sumber: Liputan6.com/Panji Prayitno
Jawa Barat menyimpan kekayaan yang kerap luput dari sorotan: ragam buah tropis yang tumbuh subur di tanah basah berhawa sejuk. Tak sekadar lumbung padi nasional, Tanah Pasundan juga menjadi surga hortikultura, tempat berbagai jenis buah-buahan tumbuh berlimpah.
Pada tahun 2024 misalnya. Produksi buah-buahan di Jawa Barat mencapai angka yang cukup tinggi. Pisang, mangga, nanas, manggis, hingga durian jadi komoditas unggulan yang tak hanya mengisi pasar lokal, tapi juga mulai merambah pasar ekspor.
Menilik berdasarkan data, pisang merupakan jenis buah di Jabar yang paling tinggi produksinya di Jabar. Produksi pisang mencapai 12,3 juta kuintal. Angka ini nyaris tiga kali lipat dari produksi mangga–buah yang menempati peringkat kedua yang mencapai 4,6 juta kuintal. Tak heran jika pisang kerap disebut sebagai buah rakyat—mudah ditanam dan mudah dijangkau.
Mangga juga tak kalah menarik, khususnya varietas gedong gincu dari Jawa Barat yang mulai menarik perhatian pasar luar negeri. Mangga gedong gincu berhasil menembus ekspor ke Jepang, sebuah pasar dengan standar mutu yang dikenal ketat dan selektif. Ini menjadi bukti bahwa buah lokal punya kualitas yang mampu bersaing di pasar global.
Sumber: jabar.bps.go.id
Dalam tiga tahun terakhir, ekspor buah dari Jabar menunjukkan tren yang sangat positif. Nilai ekspor tercatat naik dari 44,6 juta USD pada 2022 menjadi 50 juta USD di 2023, dan melonjak hingga 66,8 juta USD di 2024. Ini artinya, dalam setahun terakhir saja, ekspor buah Jabar tumbuh lebih dari 33%.
Dengan kualitas produk yang semakin baik dan perluasan pasar, sektor buah Jabar punya potensi besar untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi daerah ke depan.
Buah-buahan tak tumbuh begitu saja. Di balik setiap panen yang melimpah, ada tangan-tangan terampil yang merawat pohon demi pohon dengan penuh ketekunan. Para petani di Jawa Barat menghadapi berbagai tantangan—dari cuaca yang tak menentu, serangan hama, hingga fluktuasi harga pupuk. Tapi mereka tetap berdiri, menjadi penjaga keberlangsungan pangan dan kehidupan.
Sumber: Open Data Jabar, 2024
Selama 3 tahun ke belakang, jumlah petani di Jabar tercatat mengalami peningkatan signifikan. Dari tahun 2023 ke tahun 2024 jumlahnya bertambah 6.702 jiwa. Begitu pula dari tahun 2022 ke 2023 yang mana jumlah petani Jabar bertambah 26.269 jiwa.
Kenaikan ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi pilihan banyak orang untuk bertahan dan berkembang.
Sumber: Open Data Jabar, 2024
Apabila dilihat berdasarkan kabupaten/kota, jumlah petani terbanyak di Jabar berada di Kabupaten Sukabumi, yaitu 1,9 juta jiwa. Disusul oleh Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur pada posisi kedua dan ketiga, dengan jumlah masing-masing 1.731.287 dan 1.723.088 jiwa. Di posisi keempat ada Kabupaten Tasikmalaya dan nomor 5 ada Kabupaten Indramayu.
Di tengah segala tantangan pertanian, pemerintah terus berupaya meringankan beban petani. Salah satunya adalah dengan memberikan subsidi pupuk.
Sumber: Open Data Jabar, 2024
Pada tahun 2024, Jawa Barat memberikan subsidi untuk tiga jenis pupuk utama, yaitu urea, NPK, dan organik dengan total masing-masing 838.736,6 ton, 825212,57 ton, dan 813900,26 ton.
Namun ternyata, bukan pupuk yang paling menguras kantong petani. Hal ini disampaikan langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam acara panen raya padi di Desa Randegan Wetan, Kecamatan Jati 7, Majalengka, pada 7 April 2025 yang dihadiri oleh Presiden Prabowo. Dalam kesempatan itu, ia menyoroti salah satu masalah utama yang dihadapi petani: biaya penyemprotan hama.
Sumber: jabar.tribunnews.com
"Pupuk sudah lancar, Pak. Tapi sesungguhnya biaya tertinggi produksinya itu di obat-obatan, Pak," ujar Dedi kepada Presiden Prabowo. "Dari sebelum nanam mereka sudah harus mengeluarkan uang untuk biaya semprot keong. Kemudian setelah itu, hampir rata-rata dari sejak musim tanam sampai panen, dalam waktu 2 bulan, nyemprot 2 hari sekali, karena kalau tidak 2 hari sekali, hamanya datang masuk lagi yang baru, datang masuk lagi yang baru," ungkapnya.
Tak hanya soal hama, Dedi juga mengangkat isu alih fungsi lahan sebagai ancaman nyata terhadap keberlanjutan pertanian di Jawa Barat. Beliau bahkan telah mengeluarkan peraturan gubernur untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan di Jawa Barat.
"Saya sudah mengeluarkan peraturan gubernur, melarang alih fungsi lahan dalam bentuk apapun, terutama untuk kepentingan pertanian, apalagi Bekasi sudah hampir habis," katanya.
Langkah pelarangan ini menjadi bentuk komitmen agar lahan-lahan pertanian yang tersisa tetap terjaga, terlebih di wilayah yang makin terdesak oleh pembangunan industri dan permukiman.
Menghadapi biaya produksi yang makin tinggi dan ancaman kerusakan lingkungan akibat penggunaan pestisida kimia yang berlebihan, petani Jabar dituntut untuk lebih cermat dan adaptif. Berikut beberapa tips bertani yang dapat membantu petani tetap produktif, ramah lingkungan, dan efisien dalam jangka panjang.
Sumber: Shutterstock/Valentin Valkov
Pestisida nabati berasal dari bahan alami seperti bawang putih, daun pepaya, jahe, kunyit, dan tanaman lainnya. Selain mudah ditemukan dan lebih murah, jenis pestisida ini juga tidak merusak struktur tanah seperti pestisida kimia.
Gunakan botol plastik bekas sebagai perangkap hama seperti lalat buah. Metode ini sederhana, murah, dan mengurangi ketergantungan pada pestisida sekaligus ramah lingkungan.
Salah satu jenis tanaman berperan sebagai tanaman perangkap hama dan salah satu jenis tanaman menjadi penolak hama dari jenis tanaman yang lain.
Penggunaan pestisida dan pupuk kimia secara berlebihan bisa menurunkan kesuburan tanah. Gunakan sistem irigasi tetes atau irigasi hemat air untuk menjaga kelembaban tanah dan mencegah pemborosan sumber daya.
Manfaatkan pelatihan gratis yang disediakan oleh pemerintah atau penyuluh lapangan. Dengan bergabung dalam kelompok tani, petani bisa saling berbagi praktik terbaik dan mendapat akses ke teknologi terbaru.
Sumber: Croptimus. Dok. Croptimus
Ngomongin soal teknologi, kabarnya sudah ada yang mengembangkan teknologi deteksi hama berbasis kecerdasan buatan (AI) yang bisa mengenali hama sejak awal menggunakan sensor dan kamera, loh! Wah, makin canggih aja, ya! Hehe..
Referensi:
https://jabar.bps.go.id/id/statistics-table/2/NzM0IzI=/nilai-ekspor-menurut-golongan.html
https://agri.kompas.com/read/2023/02/07/091505584/27-tanaman-yang-bisa-dijadikan-pestisida-nabati?page=all
https://conference.unsri.ac.id/index.php/lahansuboptimal/article/viewFile/2093/1331#:~:text=Pola%20tanam%20tumpangsari%20dapat%20menurunkan,(Setiawati%20and%20Nurtika%202005).
https://www.tempo.co/sains/cara-baru-deteksi-hama-dengan-ai-bantu-kurangi-kerugian-petani-1232266