Sumber: KOMPAS.com/Galuh Putri Riyanto
Dalam dunia yang semakin digital, aplikasi pelacak kegiatan seperti Strava sudah menjadi bagian penting dari kehidupan para atlet, baik amatir maupun profesional. Aplikasi ini membantu pengguna untuk memantau kemajuan mereka dan juga sebagai platform sosial yang memperkuat hubungan antar pengguna. Namun, popularitas ini ternyata juga memunculkan fenomena negatif yaitu joki Strava, di mana orang memanipulasi data aktivitas mereka untuk tampak lebih impresif di media sosial.
Sumber: trends.tribunnews.com
Media sosial telah menjadi panggung utama di mana banyak orang memilih untuk membagikan segala aspek kehidupan mereka, termasuk pencapaian olahraga. Fenomena ini mencerminkan keinginan untuk diakui dan dihargai oleh orang lain. Setiap lari pagi, sesi gym, atau kegiatan fisik lainnya sering kali tidak hanya sekedar untuk kesehatan tetapi juga untuk konten yang menarik di media sosial. Hal ini menciptakan gambaran bahwa setiap momen harus layak dipamerkan dan mendapatkan validasi followers.
Di satu sisi, kebiasaan memamerkan aktivitas olahraga di media sosial bisa memotivasi individu untuk lebih aktif dan menjaga konsistensi dalam berolahraga. Di sisi lain, hal ini juga bisa menimbulkan tekanan untuk selalu tampil sempurna dan bersaing dengan pencapaian orang lain.
Sumber: Jawapos.com
Memasuki usia 30-an, banyak orang mulai giat berolahraga dengan serius. Padahal, biasanya atlet profesional di usia ini sudah mulai menurun performanya, bahkan ada yang pensiun. Jadi, kalau tiba-tiba mulai olahraga keras di usia ini, sebenarnya cukup berisiko lho.
Di Jawa Barat, penduduk usia 30–39 mencapai lebih dari 7,4 juta jiwa. Banyak juga dari mereka yang juga mulai menekuni olahraga dengan serius. Mereka yang berusia 30-an ini tiba-tiba jadi bersemangat untuk olahraga intens karena berbagai alasan, seperti pengaruh teman, mengatasi kesepian, atau bahkan sebagai pelarian dari stres kerja. Seringnya, fenomena "mendadak atlet" ini muncul karena sekadar ikut-ikutan tren atau karena FOMO (fear of missing out).
Dengan bertambahnya event lari, jumlah pelari dan komunitas lari juga mengalami kenaikan signifikan. Tren ini terjadi global, bukan hanya di Indonesia, menunjukkan bahwa minat terhadap kesehatan dan kebugaran semakin besar dan lari telah menjadi elemen krusial dari gaya hidup urban.
Jumlah Pelari di Indonesia
Sumber: Garmin
Di Indonesia sendiri, jumlah pelari meningkat tajam di tahun 2024. Pada periode Mei 2023 hingga 2024, jumlah pelari melonjak hampir tiga kali lipat, dari 35.696 orang menjadi 80.490 orang.
Orang-orang yang termakan gengsi dan ikut-ikutan tren atau FOMO bisa menghalalkan segala cara buat bisa mengejar pencapaian yang bisa dipamerkan di media sosial. Salah satunya dengan menggunakan jasa joki Strava.
Joki Strava adalah praktik memalsukan catatan kegiatan olahraga dengan bantuan orang lain atau teknologi, untuk membuat pencapaian yang tidak benar-benar terjadi. Pernah denger quotes berikut? "If it's not on Strava, it didn't happen". Banyak orang merasa jika kegiatan mereka tidak tercatat di Strava, maka seolah-olah kegiatan itu tidak ada nilai atau pengaruhnya.
Praktik ini menurunkan keaslian olahraga dan memicu tekanan sosial untuk mencapai standar yang sering kali di luar jangkauan. Fokus pun bergeser dari manfaat asli berolahraga—menjaga kesehatan dan kepuasan pribadi—menjadi sekadar pencapaian yang bisa dipamerkan kepada orang lain. Penggunaan Joki Strava mempromosikan mentalitas bahwa segala cara dapat dibenarkan demi mencapai keunggulan yang terlihat.
Meningkatnya kasus joki Strava mencerminkan masalah yang lebih besar dalam budaya saat ini yang mengutamakan hasil dibandingkan proses. Akun @jasajokilari di Instagram muncul sebagai respons terhadap permintaan yang berkembang untuk jasa ini. Akun ini mengaku sudah melakukan joki Strava sebanyak 538 kali, sejauh 2.109 kilometer dengan pace rata-rata 6, sejak 2022.
Buat yang penasaran berapa biayanya, dari akun tersebut diketahui bahwa harganya adalah sebagai berikut:
Pace | Biaya per km |
7 ke atas | Rp2.000 |
6–7 | Rp2.500 |
5–6 | Rp3.000 |
Sumber: kompas.com
Jasa untuk memalsukan catatan lari ini tentunya memiliki tarif yang berbeda-beda, tergantung kecepatan yang diinginkan pelanggan. Ada juga akun @spencerrade yang turut menawarkan layanan joki Strava untuk lomba lari online 5K dan 10K, dengan opsi pembayaran menggunakan uang atau energy bar/gel, dan minuman isotonik.
Strava, yang berarti "berusaha" dalam bahasa Swedia, idealnya menginspirasi kita untuk memfokuskan diri pada usaha dan peningkatan pribadi, bukan pada penciptaan citra yang tidak akurat. Memahami fenomena joki Strava mengajak kita untuk menengok kembali nilai-nilai asli olahraga dan kebugaran, mengingatkan kita bahwa integritas dalam pencatatan progress kita lebih penting daripada sekedar pengakuan di media sosial. Kembali ke esensi sejati olahraga adalah langkah penting untuk memastikan bahwa kita benar-benar merasakan manfaat dari aktivitas fisik kita.
Yuk, jujur sama usaha kita sendiri! Setiap keringat pasti berharga. Rayakan perjalanan, bukan hanya pencapaian! 🌟💪🏃♂️
Referensi:
https://www.idntimes.com/hype/viral/editor-idn-creative/tren-mendadak-atlet-csc?page=all
https://dashboard.jabarprov.go.id/id/topic/kependudukan/demografi-penduduk-jawa-barat